Minggu, 28 Februari 2010

pesta ria

Aku bingung. Aku bingung tentang makna.

Aku berfikir. Aku berfikir tentang kebenaran.
Saya tidak mampu memilih atau memilah siapa yang benar dan siapa yang salah.

Aku tahu pusat kebenaran. Aku tahu itu.
Aku takut. Aku takut kepada semua.

Kita bukan kawan lagi, setan!
Kau tipu aku. Pestamu busuk. Pestamu murahan. Minumanmu tak pernah membuatku naik terlalu tinggi. Ganjamu tak pernah membuatku tertawa lepas.

Sekarang aku lebih memilih pesta bersama malaikat.

Tapi, di mana kalian malaikat? Kalian, setan dan malaikat, kenapa serupa? Aku bingung membedakan kalian! Jangan sampai buat aku marah. Sehingga aku berpesta sendiri dengan minuman yang kuracik sendiri pula.

Tapi, apa nikmatnya berpesta sendiri. Euforia hanya didapat dalam kebersamaan. Tampaknya aku harus berusaha mencarimu, malaikat.

Tunggu aku. Jangan angkat gelasmu dulu, kawan!

Jumat, 26 Februari 2010

weezer - only in dreams

Ijinkan saya mengenalkan diri.

Saya pengecut. Saya pecundang.

Saya pengecut yang cuma berani melihat kamu dari balik etalase.
Padahal rintik cantik hujan menuntunmu berteduh di seberang sana.
Saya takut memayungimu.

Saya pun pecundang yang tanpa nyali hanya berani menulis kalimat ini.

Saya mohon kamu mengerti, sang alasan kegelisahan.

Kamu pernah tersenyum di mimpi saya.
Dan itu membuat saya tersenyum saat terjaga.

Tapi itu cuma mimpi.
Tapi itu karena saya tak berani.
Tapi itu karena saya tidak punya nyali.


(inspired by weezer)

Kamis, 25 Februari 2010

menertawakan hidup (BILL HICKS)

“Kita hidup di era terbunuhnya John Lennon. Taik! Kalo mau bunuh orang, punya selera musik yang bagus dikit napa.”

-quote Bill Hicks yang telah dialihbahasakan-

fasisme anti-alay-isme (pindahan dari tumblr.com)

Sudah lama saya tidak menulis. Padahal saya penganut ajaran “bakat menulis itu muncul kalau sering dan suka menulis”. Mungkin saya tidak menulis lagi karena saya sempat murtad dari ajaran itu dan masuk aliran “pemalas berbakat”.

Oh ya, malam ini saya menulis diiringi lagu foo fighters. YEAAAHHH…FIGHT! LAWAN SEMUA KEMALASAN! Lagu ini membuat saya bersemangat menulis karena mengingatkan saya akan semangat grunge yang membuat gebrakan “bermusik dari hati” dengan aliran alternative music-nya.

Tadi saya bercakap-cakap dengan sahabat saya, Wild. Percakapan panjang kami sedikit menyerempet tentang ALAY. Alay, menurut saya hanyalah istilah baru untuk kata kampungan. Kembali lagi ke pembicaraan kami. Wild mengatakan kalau di twitter ada kabar panas (hot) tentang seorang cewek yang sangat fanatik menghina alay. Sekarang cewek ini menjadi orang yang paling banyak difollow di twitter karena tingkahnya.

Alay memang merupakan fenomena umum yang sedang marak diperbincangkan sejak saya SMA. Saat ini fenomena ini tampaknya sudah mencapai puncak. Jika dulu alay istilah alay Cuma diketahui oleh segelintir orang, sekarang rata-rata anak muda pasti tau apa itu alay. Nanti di tahun 2020, ketika orang bernostalgia tentang masa akhir 2010an pasti alay adalah hal penting yang akan diingat. Sama halnya dengan orang bernostalgia masa 80an dengan ajojingnya.

Kenapa orang jadi sentiment terhadap alay? Beragam jawaban teman-teman saya ketika diajukan pertanyaan ini. Ada yang bilang kalau gaya tulisan mereka di dunia maya tidak enak dipandang. Hal itulah yang membuat orang gonta-ganti situs jaringan sosial. Ketika dulunya fs sedang marak dan kemudian dipenuhi alay, mereka yang tidak senang kemudian memutuskan untuk menggunakan facebook. Facebook pun akhirnya dipenuhi alay, mereka pun berbondong-bondong pindah menggunakan twitter. Begitu seterusnya sampai ajal menjemput.

Alay juga tidak hanya identik dengan tulisannya yang rada aneh. Tapi juga identik dengan musik dan gaya berpakaian. Band-band mainstream yang sering disiarkan di acara-acara televisi swasta seperti dahsyat, inbox, dan derings sering disebut band alay. Kalau soal cara berpakaian saya kurang paham bagaimana ciri khas anak alay. Karena saya sendiri kurang paham bagaimana cara berpakaian yang baik dan benar. Saya berpakaian hanya mengikuti selera.

Saya lebih senang melihat fenomena ini dari sudut orang yang suka menghina alay. Apa dasarnya mereka punya hak menghina hak manusia untuk menunjukkan identitas diri. Apakah mereka tidak sadar kalau mereka sama saja dengan fasis. Apa salahnya orang-orang yang mereka sebut alay itu menulis dengan gaya tulisan mereka. Toh mereka nyaman dengan tulisan itu.

Mereka yang sering menghina orang dengan sebutan alay, apakah merasa bahwa derajat mereka itu lebih tinggi dari derajat alay. Saya takut kalau generasi pemuda yang di dalamnya terdapat saya sendiri berubah menjadi generasi rasis. Kalau dari sejak dini pemuda sudah mulai mengkotak-kotakkan sesamanya dengan tingkatan derajat dari rendah ke tinggi, jangan terlalu banyak berharap perubahan bisa datang dari generasi seperti ini.

habis nonton film, kau dapat apa? (pindahan dari tumblr.com)

Setelah kau menonton film, apa yang kau dapat? Kalau saya, setelah menonton film, biasanya mendapat pelajaran berharga dari film tersebut. Entah itu hikmah, cerita menarik yang bisa dijadikan acuan menulis skrip, atau apapun lah yang dapat saya ambil dari film itu.

Ada satu dialog yang menarik mengenai manfaat film. “Generasi kita adalah generasi who’s got philosophy from movie”. Betul juga kan? Banyak orang yang suka mengamalkan nilai-nilai yang disuguhkan di film.

Fenomena menarik terjadi di Bandung sekitar tahun 2007 akhir. Film yang berjudul THIS IS ENGLAND mulai beredar di lapak-lapak dvd bajakan kota Bandung (Hail, piracy!). Film ini mengisahkan tentang seorang anak kecil yang bergabung ke dalam komunitas skinhead. Coba tebak apa yang terjadi di bandung setelah menjamurnya film ini? Ya, banyak manusia-manusia yang berubah menjadi botak, alias skinhead. Teman saya, mantan skinhead, menyebut fenomena ini dengan sebutan Gejala Skinhead Movie.

Kau masih ingat dengan adegan awal film Janji Joni? Scene awal film ini dimulai dengan kerumunan orang yang sedang hilir mudik dan muncul dialog suara hati orang-orang itu. Isi suara hati mereka berkomentar tentang film yang baru saja ditonton.

Semua film punya nilai-nilai yang dapat dipetik oleh penontonnya. Nilai- nilai tersebut tidak melulu baik. Terkadang ada juga nilai buruk dari suatu film. Kalau kau ingin jadi penonton yang tidak tolol, hendaknya kau menggunakan prinsip yang sering kau dengar di masa pemilu, AMBIL UANGNYA JANGAN PILIH PARTAINYA.