Kamis, 25 Februari 2010

fasisme anti-alay-isme (pindahan dari tumblr.com)

Sudah lama saya tidak menulis. Padahal saya penganut ajaran “bakat menulis itu muncul kalau sering dan suka menulis”. Mungkin saya tidak menulis lagi karena saya sempat murtad dari ajaran itu dan masuk aliran “pemalas berbakat”.

Oh ya, malam ini saya menulis diiringi lagu foo fighters. YEAAAHHH…FIGHT! LAWAN SEMUA KEMALASAN! Lagu ini membuat saya bersemangat menulis karena mengingatkan saya akan semangat grunge yang membuat gebrakan “bermusik dari hati” dengan aliran alternative music-nya.

Tadi saya bercakap-cakap dengan sahabat saya, Wild. Percakapan panjang kami sedikit menyerempet tentang ALAY. Alay, menurut saya hanyalah istilah baru untuk kata kampungan. Kembali lagi ke pembicaraan kami. Wild mengatakan kalau di twitter ada kabar panas (hot) tentang seorang cewek yang sangat fanatik menghina alay. Sekarang cewek ini menjadi orang yang paling banyak difollow di twitter karena tingkahnya.

Alay memang merupakan fenomena umum yang sedang marak diperbincangkan sejak saya SMA. Saat ini fenomena ini tampaknya sudah mencapai puncak. Jika dulu alay istilah alay Cuma diketahui oleh segelintir orang, sekarang rata-rata anak muda pasti tau apa itu alay. Nanti di tahun 2020, ketika orang bernostalgia tentang masa akhir 2010an pasti alay adalah hal penting yang akan diingat. Sama halnya dengan orang bernostalgia masa 80an dengan ajojingnya.

Kenapa orang jadi sentiment terhadap alay? Beragam jawaban teman-teman saya ketika diajukan pertanyaan ini. Ada yang bilang kalau gaya tulisan mereka di dunia maya tidak enak dipandang. Hal itulah yang membuat orang gonta-ganti situs jaringan sosial. Ketika dulunya fs sedang marak dan kemudian dipenuhi alay, mereka yang tidak senang kemudian memutuskan untuk menggunakan facebook. Facebook pun akhirnya dipenuhi alay, mereka pun berbondong-bondong pindah menggunakan twitter. Begitu seterusnya sampai ajal menjemput.

Alay juga tidak hanya identik dengan tulisannya yang rada aneh. Tapi juga identik dengan musik dan gaya berpakaian. Band-band mainstream yang sering disiarkan di acara-acara televisi swasta seperti dahsyat, inbox, dan derings sering disebut band alay. Kalau soal cara berpakaian saya kurang paham bagaimana ciri khas anak alay. Karena saya sendiri kurang paham bagaimana cara berpakaian yang baik dan benar. Saya berpakaian hanya mengikuti selera.

Saya lebih senang melihat fenomena ini dari sudut orang yang suka menghina alay. Apa dasarnya mereka punya hak menghina hak manusia untuk menunjukkan identitas diri. Apakah mereka tidak sadar kalau mereka sama saja dengan fasis. Apa salahnya orang-orang yang mereka sebut alay itu menulis dengan gaya tulisan mereka. Toh mereka nyaman dengan tulisan itu.

Mereka yang sering menghina orang dengan sebutan alay, apakah merasa bahwa derajat mereka itu lebih tinggi dari derajat alay. Saya takut kalau generasi pemuda yang di dalamnya terdapat saya sendiri berubah menjadi generasi rasis. Kalau dari sejak dini pemuda sudah mulai mengkotak-kotakkan sesamanya dengan tingkatan derajat dari rendah ke tinggi, jangan terlalu banyak berharap perubahan bisa datang dari generasi seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar